SENI TRADISIONAL BANTEN : SENI PATINGTUNG

Seni Patingtung Seni Tradisional Banten

A. Maksud dan tujuan Seni Patingtung

Istilah Patingtung secara pasti belum diketahui berasal dan kata atau istilah apa, namun yang dipahami oleh masyarakat, kata Patingtung dapat diuraikan menjadi tiga buah suku kata, yaitu : "pa" "ting" "tung" yang berasal dan "pa" suara dua kendang kecil yang diberdirikan, "ting" suara kendang kecil yang dibaringkan dan "tung" adalah suara kendang atau bedug yang besar.

Seni Patingtung gerak dasarnya didominasi oleh gerakan pencak silat, mulai dan gerakan pembukaan sampal penutupan. Oleh karena itu Seni Patingtung identik dengan pencak silat. Seni Patingtung biasanya disajikan baik secara tunggal, duet, maupun kelompok yang kadang-kadang diselingi dengan seni tari yang atraktif seperti tari piring atau debus. Jurus silat yang dijadikan dasar sama seperti jurus-jurus silat pada umumnya.

B. Latar Belakang Sejarah dan Fungsi Seni Patingtung
Lahirnya Seni Patingtung tidak diketahui secara jelas, namun pada umumnya kelompok Seni Patingtung berkembang pada masyarakat Banten yang berbahasa Jawa. Menurut data dan informasi yang ada, sementara dapat disimpulkan bahwa munculnya Seni Patingtung bersamaan dengan masa berkembangnya zaman Kesultanan Banten sekitar tahun 1552 (Team Study Pengembangan Kesenian Tradisional Serang, 1992:68). Anggapan seperti itu muncul karena pada zaman Kesultanan Banten semua aspek kehdiupan masyarakatnya berkembang termasuk seni tradisional rakyat. Kemudian munculnya seni tradisional Banten tidak bisa dilepaskan den syiar Agama Islam yang dilakukan oleh para ulama dan tokoh agama.

Menurut cerita dan mulut ke mulut, Seni Patingtung muncul pada mulanya sebagai alat para ulama untuk mengumpulkan masyarakat, misalnyajika sudah waktunya shalat selalu ditabuh bedug atau gongyang bunyinya gong-gong, tung-tung, dan tong-tong. Dewasa ini Seni Patingtung telah berkembang sebagai seni pertunjukan yang berfungsi sebagai hiburan. Masyarakat sering menganggap pertunjukan Seni Patingtung sebagai ungicapan rasa syukur atas peristiwa penting, seperti khitanan, kawinan, dan sebagainya. Oleh karena itu Seni Patingtung itu dipertunjukkan setelah upacara-upacara penting itu selesai dilaksanakan dengan lancar dan selamat.

C. Pertunjukan Seni Patingtung
Urut-urutan pertunjukan Seni Patingtung dapat dikelompokan ke dalam tiga tahap, yaltu tahap sebelum pertunjukan, tahap pertunjukan dan tahap setelah pertunjukan.

a. Tahap sebelum pertunjukkan
Tahap sebelum pertunjukan adalah proses untuk mempersiapkan sarana, misalnya mempersiapkan tempat pertunjukkan dalam bentuk panggung. Ukuran panggung tempat pertunjukkan bervariasi, ada yang luas, ada yang disesuaikan dengan kondisi tempat dan kemampuan (ada yang dengan ulcuran panggung 6 m lebar 4 m dan tinggi panggung antara l m - 2,5 m). Panggung yang sudah dibuat kemudian dihias dengan berbagai bentuk janur dan buah-buahan seperti pisang dan spanduk. Selain itu juga disiapkan gamelan, lampu penerang, pengeras suara termasuk sesajen dalam bentuk:
1) Air teh manis
2) Airthepahit
3) Kopi pahit
4) Kopi manis
5) Kueh tujuh rupa
6) Telor ayam mentah, dan
7) Menyan

b. Tahap pertunjukan
Tahap pertunjukkan adalah tahap pelakonan seni Patingtung dalam bentuk tari karawitan, dan ketangkasan dalam memainkan alat sebelum pertunjukkan dimulai diawali dengan doa shalawat.

Pertunjungkan Patingtung biasanya dibuka dengan pertunjukkan tari tunggal yang diiringi dengan musik gembrung (musik trompet) dengan senggakan-senggakan dan lagu-lagu instrumental terompet seperti: Adem Ayem, Numpak Sado, Uti-Uti Un.

Pertunjukkan dilanjutkan dengan tarian sambutan yang dimainkan oleh dua orang penari dengan gerakan-gerakan berkelahi dengan tangan kosong. Biasanya ada selingan acara dalam bentuk bobodoran dengan model dialog dan tari ketangkasan membawa piring.

Tarian berikutnya adalah tarian rampak yang dimainkan oleh tiga orang penari laki-laki yang diiringi gamelan pencak silat. Babak berikutnya adalah mengajukan Tari Pasangan pakai alat yaitu Trisula dan Tongkat atau Toya yang terbuat dan bambu. Tari pasangan ini mempertunjukkan perkelahian dengan tehnik menyerang dan tehnik menangkis.

Pertunjukkan diakhiri dengan tari tunggal mempergunakan golok dengan atraksi kekebalan tubuh oleh sayatan dan bacokan golok sendiri. Biasanya ditambah dengan acara debus dengan menampilkan ketangkasan mengupas kelapa dengan gigi, menggesek-gesek golok ke leher dan anggota tubuh lainnya, berguling-guling di atas dun paku, memakan bohiam, bara api, menggoreng kerupuk diatas kepala dan mengeluarkan kelelawar dan mulut.

c. Tahap setelab pertunjukan
Tahap setelah pertunjukkan adalah tahap untuk membereskan semua perlengkapan yang digunakan baik yang melekat pada tubuh setiap pemain melepas peralatan-peralatan yang ada di panggung pertunjukkan.

D. Pemain dan Waditra Seni Patingtung
Pemain seni patingtung terdiri dan penari dan pengrawit. Penari dapat juga disebut sebagai pesilat, karena pada dasarnya pemain patingtung adalah anggota perkumpulan persilatan tertentu. Untuk menjadi penari dibutuhkan persyaratan tertentu, seperti:
a) Mengucapkan bismillah 5 x dan shalawan 5 x
b) Menjauhkan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama seperti: mencuri, berzina, berjudi, mabuk.
c) Harus beragama Islam dengan mengucapkan Syahadat
Jumlah penari antara 10 15 orang dengan pembagian tugas sebagai berikut:

  • Untuk membawakan tarian tunggal
  • Untuk membawakan tarian sambutan
  • Untuk membawakan tarian pasangan dengan menggunakan alat golok, trisula dan tongkat atau toya.
  • Untuk membawakan tarian rampak
  • Untuk membawakan tarian tunggal dengan menggunakan alat golok.
  • Untuk membawakan tarian piring.
Sedangkan pengrawit adalah pemain yang memainkan seperangakat waditra yang terdiri dan 8 orang waditra. Waditra yang digunakan dalam seni patingtung adalah:
a) Kendang besar
b) Kendang kecil
c) Terompet
d) Gong dengan 3 macam ukuran
e) Ketuk
f) Kecrek
Selain waditra, juga terdapat peralatan tambahan untuk kelengkapan permainan, yaitu trisula, tongkat atau toya dan golok.

E. Busana yang Digunakan Dalam Seni Patingtung
Busana yang digunakan dalam seni patingtung merupakan busana adat yang didominsai oleh warna hitam, yang terdiri dan baju, celana, lomar/ikat kepala dan ikat pinggang.

  • Baju : Baju potongan kampret, yaitu baju potongan tanpa kerah, berkantung dua dibagain bawah kin dan kanan serta bertangan panjang.
  • Celana : Celana potongan pangsi, yaitu celana dibuat tanpa kantong dan tanpa ikat pinggang.
  • Lomar / Terbuat dan kain batik loreng, berbentuk IkatKepala segi tiga atau segi empat yang dilipat menjadi segi tiga.
  • Ikat pinggang : Terbuat dan kain warna merah, berbentuk persegi panjang.




= Baca Juga =



*

Post a Comment (0)
Previous Post Next Post